Kamis, 13 Agustus 2015

thumbnail

Pentas Wayang Sadat "Ki Ageng Pandanaran" Oleh Dalang Ki Miftahul Khoir - Alumni MA Tabah 2010


Jogjanews.com - Lapangan Desa Panggungharjo terlihat ramai oleh penonton ketika pagelaran wayang Sadat diselenggarakan pada Minggu malam 10 Maret 2013. Wayang Sadat membawakan lakon Ki Ageng Pandanaran dengan Dalang Ki Miftahul Khoir (Alumni MA Tarbiyatut Tholabah Tahun 2010) yang sekarang menjadi mahasiswa Semester 6 Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta.

Terselenggaranya wayang Sadat ini atas kerjasama Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta dengan Yayasan Kodama (Korps Dakwah Mahasiswa). Pentas wayang Sadat ini menjadi pentas perdana Miftahul Khoir di luar kampus.

Sebelum Wayang Sadat dimulai, terlebih dahulu ditampilkan tari Bali, Saman dan pantomim yang lucu sehingga bisa menghibur penonton dari yang berusia kecil sampai usia tua.

Wayang Sadat merupakan akronim dari Sarana, Dakwah dan Tabligh, yang berisikan tentang penyebaran ajaran agama Islam dengan menceritakan tokoh Islam seperti Wali Sanga maupun Ki Ageng Pandanaran dalam menyebarkan agama Islam dari daerah Semarang menuju Tembayat, Klaten.

Perbedaan wayang Sadat dengan wayang kulit purwa ada pada bentuk tokoh wayangnya. Tokoh Arjuna atau Bima pada wayang Sadat misalnya tidak seperti Arjuna atau Bima tidak seperti dalam bentuk wayang kulit, tetapi menggunakan properti keislaman seperti jubah, sorban dan jilbab.

Dalang juga tidak memakai surjan dan blangkon tetapi memakai jubah dan bersorban. Pengrawit memakai baju koko dan kopiah sedangkan sinden juga memakai pakaian tertutup dan berjilbab. Gunungan wayang juga bertuliskan kaligrafi.

Sebagai pembuka dalang mengucapkan salam, ‘Assalammualaikum’ kepada penonton. Bacaan Syahadat dan Basmalah terdengar berselang-seling. Selama pertunjukan berlangsung juga banyak diperdengarkan lantunan ayat suci Alquran dan berisi nasehat-nasehat yang baik dalam kehidupan oleh Dalang.

Untuk durasi pementasan, jika wayang kulit biasanya dimainkan semalam suntuk maka wayang Sadat cukup dimainkan selama empat jam.
           
“Wayang Sadat bekerjasama dengan Kodama karena Kodama merupakan yayasan yang menampung para da’i muda, diharapkan dengan adanya Kodama ini nanti penerus ulama bisa terdidik dari sejak awal sampai nanti bisa memberikan suatu pencerahan rohani yang benar-benar masuk dalam hati masyarakat karena mulai dari kecil atau muda sudah terlatih," terang Miftahul Khoir.


Karena wayang Sadat bernuansa Islami, Miftahul Khoir berharap dirinya bisa menembus pondok-pondok pesantren sekaligus mengenalkan budaya wayang. Kadang ia merasa risih dan benci ketika kebudayaan seperti wayang dicap sebagai kebudayaan yang musrik. Ia ingin memasukkan kebudayaan ini secara luwes ke pondok-pondok pesantren.

Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

No Comments

About

Diberdayakan oleh Blogger.