Sabtu, 29 Agustus 2015

thumbnail

Tiga Guru MA Tabah Akan Berangkat Ibadah Haji


An-Nashihah News : Insya Allah kalau Allah Berkenan, besuk tanggal 2 September 2015 Tiga Guru MA Tarbiyatut Tholabah akan menunaikan Ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah. Beliau adalah :

1. Ustadz H.Abdullah Z,S.P.d.,M.M.,M.Pd.
2. Ustadz K.Abdul Lathif
3. Ustadz Mahbub Junaidi, M.Pd.I

Mohon Doa semoga Perjalanan Ibadah Beliau Selamat, Lancar, dan mendapat Ridlo Allah SWT. serta Menjadi Haji Mabrur. Amiin.

Senin, 17 Agustus 2015

thumbnail

Habib Husein Al-Muthahar, Pencipta Lagu "17 Agustus Tahun 1945"

HABIB HUSEIN AL-MUTHAHAR, PENCIPTA LAGU "17 AGUSTUS TAHUN 45"

Habib Muhammad Husein Muthahar tidak hanya dikenal sebagai penyelamat bendera pusaka dan pendiri Paskibraka saja, tetapi beliau juga seorang komponis lagu Indonesia yang hebat. Habib yang dikenal dengan nama H. Mutahar ini telah menghasilkan ratusan lagu Indonesia, seperti lagu nasional Hari Merdeka, Hymne Syukur, Hymne Pramuka, Dirgayahu Indonesiaku, juga lagu anak-anak seperti Gembira, Tepuk Tangan Silang-silang, Mari Tepuk, dan lain-lain. Lagu Hari Merdeka dan Hymne Syukur adalah salah satu lagu fenomenal yang diciptakan oleh Habib Muhammad Husein Muthahar.
Terkait penciptaan lagu Hari Merdeka, ada satu cerita yang menarik. Ternyata inspirasi lagu Hari Merdeka ini muncul secara tiba-tiba saat beliau sedang berada di toilet salah satu hotel di Yogyakarta. Bagi seorang komponis, setiap inspirasi tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja. Beliau pun cepat-cepat meminta bantuan Pak Hoegeng Imam Santoso (Kapolri pada 1968–1971). Saat itu Pak Hoegeng belum menjadi Kapolri.
Sang Habib menyuruh Pak Hoegeng untuk mengambilkan kertas dan bolpoin. Berkat bantuan Pak Hoegeng, akhirnya jadilah sebuah lagu yang kemudian diberi judul “Hari Merdeka”. Sebuah lagu yang sangat fenomenal dan sangat terkenal yang banyak dinyanyikan oleh bangsa Indonesia, bahkan anak-anak pun sangat hafal dan pandai menyanyikannya.
Berikut lirik lagu "Hari Merdeka" ciptaan Habib Muhammad Husein Muthahar:

Tujuh belas Agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka


Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih di kandung badan
Kita tetap setia tetap sedia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap sedia
Membela negara kita

Selain “Hari Merdeka”, lagu berikut juga menjadi karya fenomenal beliau. Judulnya “Syukur”. Lagu ini tercipta dibuatnya pada tanggal 7 September 1944 setelah menyaksikan banyak warga Semarang, kota kelahirannya, bisa bertahan hidup dengan hanya memakan bekicot. Berikut lirik lagunya:

Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah Air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
KehadiratMu Tuhan

Sekilas Tentang Habib Husein Muthahar
"Husein Mutahar", begitu nama latinnya, lahir di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 5 Agustus 1916. Perjalanan pendidikan formalnya dimulai dari ELS (Europese Lagere School atau sama dengan SD Eropa selama 7 tahun) , kemudian dilanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Ondewwijs atau sama dengan SMP selama 3 tahun) dan dilanjutkan ke AMS (Algemeen Midelbare School atau sama dengan SMA selama 3 tahun) Jurusan Sastra Timur khususnya Bahasa Melayu, di Yogyakarta. Kemudian beliau melanjutkan ke Universitas Gajah Mada dengan mengambil Jurusan Hukum dan Sastra Timur dengan khusus mempelajari Bahasa Jawa Kuno. Namun perkuliahannya hanya 2 tahun, drop out (DO) karena harus ikut berjuang.
Habib Husein Muthahar terlibat Pramuka sejak awal lembaga kepanduan berdiri. Beliau adalah salah seorang tokoh utama Pandu Rakyat Indonesia, gerakan kepanduan independen yang berhaluan nasionalis. Ia juga dikenal anti-komunis. Ketika seluruh gerakan kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, Habib Husein Muthahar juga menjadi tokoh di dalamnya.

Dalam kehidupan berorganisasi, pengalaman beliau adalah sbb :
1. Ikut mendirikan dan bergerak sebagai pemimpin Pandu serta kemudian menjadi anggota Kwartir Besar Organisasi Persatuan dan Kesatuan Kepanduan Nasional Indonesia "Pandu Rakyat Indonesia", 28-12-1945 s.d. 20-5-1961.
2. Ikut mendirikan dan bergerak sebagai Pembina Pramuka, duduk sebagai anggota Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Andalan Nasional Urusan Latihan, 1961-1969.
3. Sekretaris Jenderal Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka, 1973 -1978, dan anggota biasa, 1978-2004.

Habib Muhammad Husein Muthahar, yang juga mantan duta besar Italia ini, kemudian meninggal dunia di Jakarta tanggal 9 Juni 2004 di usia 88 tahun.
Walaupun beliau berhak dimakamkan di Makam Taman Pahlawan Kalibata karena memiliki Tanda Kehormatan Negara Bintang Mahaputera atas jasanya menyelamatkan Bendera Pusaka Merah Putih dan juga memiliki Bintang Gerilya atas jasanya ikut berperang gerilya pada tahun 1948-1949, tetapi beliau tidak menginginkan itu. Sesuai dengan wasiat beliau, akhirnya pada 9 Juni 2004 beliau dimakamkan sebagai rakyat biasa di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut Jakarta Selatan.

Kamis, 13 Agustus 2015

thumbnail

Pentas Wayang Sadat "Ki Ageng Pandanaran" Oleh Dalang Ki Miftahul Khoir - Alumni MA Tabah 2010


Jogjanews.com - Lapangan Desa Panggungharjo terlihat ramai oleh penonton ketika pagelaran wayang Sadat diselenggarakan pada Minggu malam 10 Maret 2013. Wayang Sadat membawakan lakon Ki Ageng Pandanaran dengan Dalang Ki Miftahul Khoir (Alumni MA Tarbiyatut Tholabah Tahun 2010) yang sekarang menjadi mahasiswa Semester 6 Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta.

Terselenggaranya wayang Sadat ini atas kerjasama Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta dengan Yayasan Kodama (Korps Dakwah Mahasiswa). Pentas wayang Sadat ini menjadi pentas perdana Miftahul Khoir di luar kampus.

Sebelum Wayang Sadat dimulai, terlebih dahulu ditampilkan tari Bali, Saman dan pantomim yang lucu sehingga bisa menghibur penonton dari yang berusia kecil sampai usia tua.

Wayang Sadat merupakan akronim dari Sarana, Dakwah dan Tabligh, yang berisikan tentang penyebaran ajaran agama Islam dengan menceritakan tokoh Islam seperti Wali Sanga maupun Ki Ageng Pandanaran dalam menyebarkan agama Islam dari daerah Semarang menuju Tembayat, Klaten.

Perbedaan wayang Sadat dengan wayang kulit purwa ada pada bentuk tokoh wayangnya. Tokoh Arjuna atau Bima pada wayang Sadat misalnya tidak seperti Arjuna atau Bima tidak seperti dalam bentuk wayang kulit, tetapi menggunakan properti keislaman seperti jubah, sorban dan jilbab.

Dalang juga tidak memakai surjan dan blangkon tetapi memakai jubah dan bersorban. Pengrawit memakai baju koko dan kopiah sedangkan sinden juga memakai pakaian tertutup dan berjilbab. Gunungan wayang juga bertuliskan kaligrafi.

Sebagai pembuka dalang mengucapkan salam, ‘Assalammualaikum’ kepada penonton. Bacaan Syahadat dan Basmalah terdengar berselang-seling. Selama pertunjukan berlangsung juga banyak diperdengarkan lantunan ayat suci Alquran dan berisi nasehat-nasehat yang baik dalam kehidupan oleh Dalang.

Untuk durasi pementasan, jika wayang kulit biasanya dimainkan semalam suntuk maka wayang Sadat cukup dimainkan selama empat jam.
           
“Wayang Sadat bekerjasama dengan Kodama karena Kodama merupakan yayasan yang menampung para da’i muda, diharapkan dengan adanya Kodama ini nanti penerus ulama bisa terdidik dari sejak awal sampai nanti bisa memberikan suatu pencerahan rohani yang benar-benar masuk dalam hati masyarakat karena mulai dari kecil atau muda sudah terlatih," terang Miftahul Khoir.


Karena wayang Sadat bernuansa Islami, Miftahul Khoir berharap dirinya bisa menembus pondok-pondok pesantren sekaligus mengenalkan budaya wayang. Kadang ia merasa risih dan benci ketika kebudayaan seperti wayang dicap sebagai kebudayaan yang musrik. Ia ingin memasukkan kebudayaan ini secara luwes ke pondok-pondok pesantren.

About

Diberdayakan oleh Blogger.